Kamis, 28 Maret 2013

konsep fisika

Pertama: Gaya Aksi-Reaksi Serta Momentum dan Impuls
Hukum III Newton yang berbunyi, “Jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, maka benda kedua akan mengerjakan gaya yang besarnya sama pada benda pertama”.
Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah saat kita berjalan. Jika kita berjalan pada permukaan yang keras, maka sebenarnya kita sedang menekan lantai. Tapi berhubung lantai tersebut keras, maka lantai memberikan gaya reaksinya dengan menahan kaki kita.
Lain halnya jika kita berjalan di atas pasir/ tanah basah yang permukaannya lebih lunak dari lantai. Gaya tekan yang kita berikan tidak terlalu ditahan oleh tanah/pasir tersebut sehingga kaki kita bisa masuk ke dalamnya.
Nah, di sini ada kaitannya dengan gaya impuls. Jika kita menendang batu besar dengan kecepatan tertentu, maka kaki kita akan merasa sakit karena waktu kontak yang kecil menyebabkan gaya impuls yang diberikan menjadi besar.
Lain halnya saat kita menendang bola yang terbuat dari karet. Sudah pasti kaki kita tidak akan sakit karena permukaannya yang lunak menjadikan waktu kontak antara kaki dengan bola menjadi lebih lama ketimbang waktu kontak antara kaki dengan batu. Waktu kontak yang lebih lama inilah yang membuat kaki tidak terlalu sakit.
Dalam kondisi seimbangnya, jumlah gaya sama dengan nol (F=0). Sedangkan ketika bergerak, jumlah gaya yang bekerja sama dengan massa dikali percepatan benda tersebut (F=ma).
Kita juga mesti meninjau dahulu apakah benda tersebut diberi gaya secara vertikal atau horizontal. Misal jika kita memberi gaya secara vertikal pada meja, maka gaya normal (gaya tegak lurus bidang) benda tersebut sama dengan gaya berat meja ditambah gaya tekan yang kita berikan (F+W-N=0).
Dalam kehidupan sehari-hari adalah jika kita berlaku keras pada siapa pun, maka ada dua reaksi yang diberikan: orang tersebut akan membalas bersikap keras atau orang tersebut diam saja. Waktu kontak dengan orang yang tidak membalas sikap keras kita lebih lama dengan waktu kontak dengan orang yang langsung membalas sikap keras kita. Tapi risikonya kita jadi ternoda oleh “tanah/pasir tadi” dari orang yang tidak bersikap keras tadi. Entah dengan nama kita yang semakin tercoreng atau simpati pada orang yang tidak bersikap keras jadi semakin banyak.
Ini sesuai denga surat Al-Isra ayat 7 yang berbunyi, “jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat kejahatan, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri”
Kedua: Frekuensi dan Resonansi
Tiap benda memiliki frekuensinya sendiri. Kita sering menemukan kondisi saat benda tertentu bisa retak/pecah saat ada nada/suara tertentu. Inilah yang disebut dengan resonansi, yaitu ikut bergetarnya suatu benda karena berada pada frekuensi yang sama. Berarti pada kasusu di atas, suara/nada yang sedang mengalun memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi retak/pecahnya gelas.
Istilah frekuensi juga familiar dalam dunia telekomunikasi, terutama pensinyalan. Kita bisa melakukan komunikasi melalui perangkat mobile kita baik dengan suara maupun data karena perangkat yang kita gunakan mendeteksi frekuensi dari jaringan telekomunikasi/komputer atau gabungan keduanya. Maka jaringan pun memberikan frekuensi yang sama dengan perangkat kita sehingga perangkat yang kita gunakan dapat melakukan hubungan komunikasi data/suara. Jadi di sini, untuk bisa berkomunikasi, diperlukan keseusuaian frekuensi antara perangkat yang kita gunakan dengan BTS/access point terdekat.
Secara perumusan, frekuensi adalah kebalikan waktu yang dibutuhkan untuk merambatkan satu gelombang (f=1/T). Berhubung frekuensi ini berupa gelombang, jadi makin banyak gelombang yang dihasilkan dalam satu waktu, maka frekuensinya makin besar dan periodenya makin kecil.
Fenomena resonansi dapat menjelaskan mengapa seseorang cenderung berkumpul dengan orang-orang yang berkarakter hampir mirip atau dengan yang memiliki hobi sejenis seperti banyaknya komunitas dengan hobi sejenis atau komunitas lainnya. Mereka yang berada dalam naungan frekuensi otak (pola pikir) yang sama akan lebih mudah berkomunikasi dibanding mereka yang berada dalam naungan frekuensi otak yang berbeda.
Otak kita pun juga memiliki frekuensinya masing-masing dari frekuensi alpha, beta, terus ke frekuensi gamma. Nah, di sini saya akan menjawab fenomena telepati menurut pengetahuan saya. Saat kita sedang berfikir tentang seseorang yang hubungannya baik-baik saja dengan kita, dan kita ingin menghubunginya, maka sesaat kemudian ternyata orang yang sedang kita fikirkan justru lebih dahulu menghubungi kita. Kita sering kali terheran-heran. Qo bisa ya?
Ya bisa, soalnya, saat itu kita sedang mengirimkan frekuensi ke seseorang yang sedang kita fikirkan. Dan otomatis fikirannya langsung mengetahui bahwa itu adalah sinyal frekuensi dari kita. Makanya otaknya merespon dengan menghantarkan pesan berupa bayangan diri kita. Dan entah kenapa ada kekhawatiran tentang diri kita. Lalu kemudian ia pun berkeinginan menghubungi kita, sama seperti keinginan kita menghubunginya. Maka reaksi yang sering kita katakan adalah, “Aku baru aja mo telepon kamu. Eh kamu udah telepon aku duluan”. Cucuitttt…..
Ketiga: Teori Relativitas
Dalam teori relativitas disebutkan, pergerakan dengan kecepatan tertentu menyebabkan terjadinya dilatasi (pemuluran) waktu dan kontraksi (pengerutan) panjang. Dalam teorinya, dilatasi waktu seperti yang dialami astronot dalam pesawat ulang-alik yang kecepatannya mendekati kecepatan cahaya dapat membuat mereka awet muda. Dilatasi waktu sebenarnya diperuntukkan pada kecepatan yang sangat tinggi.
Untuk relativitas ini, rumusnya tidak susah, hanya mengganti dengan l (panjang) dan t (waktu) serta faktor pengalinya masing masing.
Tapi pada kenyataannya, orang-orang yang bergerak cepat atau mereka yang lebih banyak menghabiskan kalori tubuhnya bisa jadi lebih awet muda ketimbang mereka yang bergerak lambat atau bahkan jarang bergerak. Apa sebab? Karena dengan bergerak lebih cepat, organ tubuh jadi lebih sehat karena kalori yang terbakar jauh lebih banyak ketimbang bergerak lambat atau berdiam diri. Hal inilah yang mengurangi timbunan lemak tubuh sehingga mereka yang bergerak cepat terlihat lebih segar.
Keempat: Radiasi Benda Hitam
Benda hitam didefinisikan sebagai benda di mana radiasi yang jatuh akan diserap seluruhnya (tidak ada yang dipantulkan). Benda hitam sempurna sulit didapatkan. Pancaran radiasi ini pastinya memancarkan gelombang dan panas. Maka dalam perumusannya, lmaks. T=b, dengan lmaks=pangjang gelombang maksimum, T=suhu benda, dan b=tetapan, yaitu 2,898 x 10-3 mK
Karena radiasi yang jatuh pada benda hitam diserap seluruhnya, maka tidak heran mengapa siang hari yang terang lebih panas dibanding malam hari yang gelap.
Orang-orang yang berkulit putih lebih mudah terkena kanker kulit dari pada mereka yang berkulit hitam.
Orang yang memaki baju terang cenderung akan memantulkan kembali panas yang sampai pada bajunya. Sedangkan mereka yang memakai baju berwarna gelap akan menyerap sempurna panas yang sampai padanya.
Begitu pula dengan layar komputer kita, untuk mengindari radiasinya, maka lebih baik digelapkan saja. Bahkan Google sudah menyediakan versi gelapnya, yaitu Blackle. Selain mengurangi radiasi dari layar komputer, Blackle juga menghemat daya listrik yang digunakan karena warna hitam pada Blacke tentunya hanya membutuhkan sedikit cahaya sehingga daya listrik yang diperlukan juga lebih sedikit.
Kelima: Hukum Kekekalan Energi
Energy tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energy hanya bisa diubah dari satu bentuk energy ke bentuk energy lainnya.
Energi yang dimiliki suatu benda dalam posisi diamnya disebut energi potensial. Apa pun bendanya, baik benda mati maupun benda hidup, termasuk manusia.
Energi potensial pada benda ketika digerakkan sebagian akan berubah menjadi energi kinetik sampai pada ketinggian nol dari titik acuan (tanah/permukaan bumi).
Untuk membedakan penggunaan rumus antara energi potensial dan energi kinetik, mudah saja. Pada energi potensial, karena pada kondisi diam, maka yang menjadi acuan adalah posisinya (ketinggiannya), jadi Ep=mgh. Dalam hal ini Ep= energi potensial, m=massa, g=percepatan gravitasi, dan h=posisi ketinggiannya.
Sedangkan pada energi kinetik, karena terjadi pada benda bergerak, maka yang jadi acuan kita adalah kecepatannya, jadi Ek=1/2mv2 (Ek=energi kinetik, v=kecepatan).
Dan ketika benda dijatuhkan, dari posisi awal Ep terus berkurang karena ketinggiannya terus berkurang sampai nol. Sedangkan Ek dari nol terus bertambah karena kecepatannya makin bertambah sampai Ek akhir= Ep awal.
Pada kondisi diam, manusia memiliki potensi energi yang demikian besar. Energi ini akan berubah jika ada yang memacunya. Seseorang yang sedang diam berpotensi untuk marah atau tertawa tergantung trigger yang diberikan. Jadi marah atau tertawa adalah energi, hanya saja marah adalah energi negatif sedangkan positif. Dalam hal ini kita bebas untuk memilih: mau mengubah energi potensial dalam diri kita menjadi energi positif atau energi negatif?
Baik energi positif maupun negatif, keduanya memiliki efek berantai yang sifatnya serupa dengan energi pertamanya. Jika kita berbuat baik, maka kebaikan akan menyebar dan kembali pada kita. Sebaliknya, jika kita berbuat buruk, maka keburukan akan menyebar dan kembali pada kita. Tak seorang pun di muka bumi ini yang tidak mau diperlakukan baik. Dan untuk mendapatkan perilaku baik, maka kita mesti mendahului dengan berprilaku baik pada siapa pun. Sekali lagi, surat Al-Isra ayat 7 kembali menjadi acuan saya.